A Day That You Forget
Seorang kepala pelayan berseragam rapi dengan jas hitam dan kemeja putihnya, Alfred, bertanya kepada tuannya, �Apa Anda yakin hanya akan pergi berempat saja, Tuan Ryuki?�
�Tentu saja, Alfred,� jawab ayah dari dua orang anak dan suami dari seorang istri keluarga bangsawan itu. �Kau tidak perlu cemas. Mungkin caraku ini tidak biasa bagi keluarga Alastor, tapi aku sendiri sadar kalau aku tidak punya banyak waktu untuk kedua anakku selama aku bekerja di luar.� Ia pun berjalan mendekati sebuah kursi marbel, lalu mengajak Alfred duduk di kursi sebelahnya. Setelah Alfred duduk, ia pun melanjutkan perkataanya, �Aku tidak anak-anakku tidak dekat dengan kedua orang tuanya. Kalau mereka terus tinggal di dalam mansion ini, aku takut mereka akan merasakan jarak dengan orang tuanya. Saat aku pertama kali berjumpa dengan orang tua Rune, istriku tercinta, aku merasa mereka tidak sedekat aku dengan orang tuaku. Dan Rune sendiri tidak menyangkal dugaanku. Karena itulah, aku merasa liburan tanpa pelayan sangat perlu bagi kami.�
�Baiklah, jika itu memang keputusan Tuan.�
�Kau tahu, Alfred, aku tidak pernah menyangka akan tinggal di dalam mansion sebesar ini. Apalagi ini adalah peninggalan mertuaku, bukan kekayaan yang kudapat dengan usaha dagangku sendiri.�
�Sudah sepuluh tahun Anda tinggal di mansion ini, namun baru sekarang Anda mengatakan hal tersebut.�
�Hahaha, kau benar, Alfred. Mungkin aku terlalu banyak bekerja dan baru menyadari beberapa hal di saat aku berhenti.� Ryuki menarik napas dan menatap langit-langit ruangan itu, lukisan awan di langit biru membentang indah. �Dibandingkan dengan perjuanganku di Jepang dulu, berjualan ikan, buah, dan sayur, hingga bisa sampai ke sini rasanya sulit dipercaya. Aku sangat bersyukur bertemu dengan Rune pada waktu itu.�
Alfred berdiri dan menghadap Ryuki, dengan sedikit merendahkan bahunya ia pun berkata, �Meskipun Anda bukan berasal dari keluarga bangsawan Inggris, namun saya dan seluruh keturunan saya akan tetap menghormati Anda dan seluruh keturunan Anda sebagai wujud loyalitas saya kepada keluarga Alastor.�
�Terima kasih Alfred,� kata Ryuki sambil tersenyum.
Di ruangan lainnya, seorang anak perempuan usia empat tahun memanggil pelayannya yang masih berusia enam tahun, �Anfraaaa,
where is Mr. Willy? I can�t go without Mr. Willy.�
�Di sini sudah saya bawa, Rifatila, tadi kamu sendiri yang meninggalkannya di ruang makan,� ujar Anfra yang berdiri dengan napas terengah-engah. Keringat di tubuhnya terlihat mengalir di lehernya, namun tertutupi ketika diserap kemeja yang bersembunyi dalam jas hitamnya, sama seperti seragam yang dikenakan Alfred. Ia baru saja berlari dari ruang makan membawa sebuah boneka beruang berwarna coklat kesayangan Rifatila. Ia tahu kalau Rifatila pasti akan marah jika ia sampai kehilangan boneka kesayangannya.
�Oh iya, hehe,� Rifatila kecil hanya tersenyum malu dengan kesalahannya sendiri. Ia pun mengambi boneka itu dari Anfra dan memeluknya, �Jangan bersembunyi lagi Mr. Willy, apalagi besok.
By the way, Anfra, kenapa kamu besok tidak ikut saja? Jadi kamu bisa membantuku kalau aku kehilangan Mr. Willy.�
Memang sekilas perkataannya terdengar angkuh, tapi Anfra kecil sudah terbiasa. Saat ia berusia dua tahun, di situlah Rifatila lahir. Dan di saat itu pula ia langsung diberikan tugas oleh Alfred, ayah angkatnya, sebagai pelayan khusus Rifatila karena umur mereka tidak jauh berbeda. Awalnya Anfra tidak mau menerimanya, ia tidak percaya dia harus melayani keluarga Muha sepanjang hidupnya. Karena sikapnya yang usil dan membangkang itulah ia sering dihina anak keranjang oleh para pelayan lainnya. Memang benar, dia adalah anak yang ditemukan oleh Alfred dalam sebuah keranjang buah di depan pintu belakang mansion saat Alfred hendak berbelanja. Namun itu semua kisah lama, kini dia sudah semakin mengerti posisinya, bahkan dia sangat senang menjadi pelayan khusus Rifatila yang manis walaupun angkuh.
�Tidak bisa, Rifatila,� kata Anfra, �Liburan ini hanya untuk kalian berempat. India, Bali, dan Australia, pasti menyenangkan sekali.�
�Hmmm,� gumam Rifatila dengan kepala menunduk.
�Oh ya,� ujar Anfra dengan nada ceria, �Aku baca di buku, di Australia ada kanguru.
Do you know what a kangaroo is?�
�
What is it?� tanya Rifatila dengan wajah penasaran.
Melihat raut wajah Rifatila yang berubah, Anfra pun dengan semangat bercerita kepadanya. �Kanguru itu hewan yang jalan melompat-lompat, terus�.�
Keesokan harinya, semuanya pun sudah bersiap untuk berangkat. Mereka semua pun sudah bersiap untuk berangkat. Berdiri di hadapan para pelayan mansion yang selalu menemani mereka. Alfred berserta keluarganya memberikan ucapan perpisahan kepada Ryuki dan keluarganya. �
Have a safe trip, Sir.�
Mereka pun berangkat dengan sebuah pesawat kecil. Pilotnya adalah Ryuki sendiri. Perjalan mereka akan sangat panjang dan memakan waktu sebulan lebih keseluruhannya. Seluruh urusan bisnis dan rumah besar diserahkan seluruhnya kepada Alfred dan keluarganya. Tidak ada yang perlu dicemaskan hingga mereka berangkat dari India menuju Indonesia. Terjadi sebuah gangguan di mesin pesawat tepat saat mereka melintasi pulau Sumatera. Padahal sewaktu di India pesawat telah diperiksa oleh teknisi mereka. Ryuki dan istrinya pun memilih untuk menyelamatkan kedua anak mereka.
Di suatu pinggiran kota di pulau Sumatera terdapat sebuah lapangan hijau dekat sebuah ladang jagung warga setempat. Sebelum jalan setapak dari rumah warga menuju ladang jagung dan lapangan hijau yang biasanya digunakan untuk bermain bola ataupun tempat anak-anak bermain layangan itu, terdapat semak belukar dan beberapa pohon petai yang tidak begitu tinggi. Di situlah tiga orang anak bermain. Mereka bermain petualangan dalam semak dan memanjat pohon. Mereka menyebut daerah itu �markas� mereka.
Ketiga anak itu bernama Pahmi, Arep, dan Aan. Pahmi adalah yang paling tua di antara mereka bertiga. Aan adalah yang paling muda, dia setahun lebih muda dari Pahmi, makanya dia memanggilnya Bang Pah. Sementara Arep berada di usia di antara mereka berdua. Dia tidak memanggil abang ke Pahmi dan tidak pula dipanggil abang oleh Aan.
Ketika mereka bertiga sedang asyik memanjat pohon petai di markas mereka, melewatlah sebuah pesawat kecil dengan asap hitam keluar dari bagian tengahnya. Pesawat itu terjatuh tepat di pinggir lapangan hijau yang tidak jauh dari mereka. Menyeret beberapa tanaman jagung yang tadinya berdiri tegak kini tumbang. Mereka bertiga bergegas turun dari pohon. Aan terlihat sangat takut dan ingin pulang, tapi melihat kedua temannya berlari menuju tempat pesawat itu, ia pun ikut berlari menuju tempat jatuh pesawat itu.
Langkah mereka bertiga terhenti ketika di hadapan mereka berdiri seorang anak laki-laki berambut coklat bermata hitam dan seorang anak perempuan kecil berambut hitam dengan mata terpejam karena darah di kepalanya. Mereka berdua penuh luka. Namun si anak laki-laki yang berbadan lebih besar, terlihat jelas memaksakan dirinya menjauh dari pesawat itu.
Tidak mengerti apa yang diucapkannya, tidak membuat mereka kebingungan. Satu hal yang pasti, mereka harus menolong kedua anak itu. Pahmi dan Arep menggotong anak laki-laki yang berbadan lebih besar dari mereka itu dengan membentangkan tangannya di bahu mereka. Anak laki-laki itu meskipun penuh luka, ia masih bisa berjalan. Sementara anak perempuan yang lebih kecil itu digendong di punggung Aan. Anak perempuan itu ringan sekali dan badannya sama lemas. Napasnya yang terengah-engah terdengar di telinga Aan.
Setelah berjalan cukup jauh, sebuah ledakan terdengar. Ladang jagung itu pun perlahan mulai terbakar. Pahmi dan Arep melihat ea pi anak laki-laki yang mereka gotong. Anak laki-laki itu menangis deras. Orang-orang dewasa berdatangan termasuk masing-masing orang tua mereka bertiga. Orang-orang dewasa jelas mengerjakan hal yang lebih bisa dilakukan dibandingkan mereka bertiga yang masih anak-anak. Mereka segera bergegas memadamkan api dengan berbagai cara. Untung dibalik ladang jagung itu ada sungai besar, orang-orang dewasa pun bergotong royong mengoper ember berisi air dan menyiramkannya ke api yang menjalar.
Para orang dewasa menggendong kedua anak penuh luka ke rumah Arep karena rumahnya adalah rumah yang terdekat dari lokasi itu. Di permukaan teras itu luka mereka dibersihkan. Beberapa orang dewasa menanyakan mereka berbagai pertanyaan, namun si anak laki-laki itu terlihat kebingungan. Setelah bekas darah dibersihkan dari tubuh mereka, ternyata tubuh mereka tidak terluka sama sekali. Darah yang tadinya menempel di tubuh mereka bukan dari tubuh mereka. Tapi hal yang lebih mengejutkan bagi Aan adalah saat anak perempuan yang tadi digendongnya membuka matanya. Meskipun rambut mereka sama-sama hitam, anak perempuan itu bermata biru seperti langit pagi.
�
You� okay?� terdengar sebuah pertanyaan dari antara para orang dewasa. Ternyata pertanyaan itu dari ibu si Aan.
�
Our parents�.� jawab si anak perempuan dengan pelan dan gemetar, lalu ia pun menangis. Si anak laki-laki berambut coklat itu pun memeluknya lalu ikut menangis. Keduanya terus menangis meskipun kepala mereka dielus dengan lembut, mereka menangis hingga berbaring kemudian tertidur.
Keduanya d bawa ke rumah Aan karena ibunya mampu berbicara dengan mereka. Orang-orang dewasa lainnya berbincang tentang bagaimana menghubungi pihak keluarga kedua anak itu. Apalagi setelah mereka menemukan dua mayat terbakar bersama pesawat yang jatuh itu. Beberapa orang-orang dewasa lainnya bercerita sedang apa mereka saat pesawat itu jatuh. Di hari Minggu itu, banyak orang yang berada di rumah saat kejadian berlangsung. Para anak-anak juga tidak mau kalah bertukar cerita sedang apa mereka saat kejadian berlangsung.
�Darren
, Rifatila,
listen to me,� ujar Ryuki kepada anak laki-laki sulungnya, �I am sorry.�
�
No, Dear, you have done nothing wrong,� kata Rune tersenyum namun penuh air mata. Mereka berdua sedang memeluk kedua anak mereka erat-erat. Bangku pilot sudah ditinggalkan, pesawat sudah mendarat dengan kecepatan penuh. Mereka berempat duduk di lantai pesawat.
Ryuki tersenyum mendengar perkataan istrinya. �Kita tidak akan mencapai tujuan kita, tapi kami akan tetap menjaga kalian agar kalian selamat.�
�
I love you, all of you, always,� ucap Rune pelan sambil mencium suami dan kedua anaknya.
Sesaat setelah itu terjadi goncangan berat, seperti gempa. Mata Darren terpejam dan detik berikutnya ia melihat kedua orang tuanya menahan beberapa pecahan besi dan kaca pesawat dengan tubuh mereka. Seluruh keadaan begitu kacau di hadapannya. Ia berhasil berdiri, tubuhnya bebercak darah dari orang tuanya.
�Pergilah Darren, bawa adikmu. Larilah, jangan kembali. Jadilah kuat dan lindungi adikmu,� ucap Ryuki pelan dengan mulut berdarah.
�
Daaad!� teriak Darren saat berdiri.
�
Go!� teriak Ryuki dalam keadaan telungkup.
Darren tersentak pada saat itu. Dia langsung menggendong adiknya yang pingsan, Rifatila, yang berusia empat tahun lebih muda darinya. Dia pun berlari tanpa melihat kebelakang. Meninggalkan kedua orang tuanya dan segala barang-barang mereka yang ada di pesawat, termasuk Mr. Willy, boneka beruang berwarna coklat kesanyangan adiknya. Ryuki tersenyum puas melihat anak sulungnya mau mendengar permintaan terakhirnya.
�Rune,
I always love you too,� kata Ryuki sambil menggerakan tangannya pelan dan akhirnya berhasil meraih tangan istrinya yang sudah lebih dulu memejamkan mata. Tak lama, napas terakhirnya pun berhembus.
�Haaah!� Darren terbangun dari mimpinya. Ia terbangun di dalam sebuah kamar yang belum pernah ia kunjungi. Ia melihat sekeliling, lampu kamar itu menyala, dan sebuah jam dinding terpaku dengan jarum besar menunjuk ke angka sembilan.
�
Mom, Dad�.� terdengar suara rintihan menangis di sampingnya. Suara itu berasa dari adik perempuannya, Rifatila.
Darren menggenggam tangan mungil adiknya. �
It�s okay, I am here. I am sure it will be okay. Hold my hand. I have promised to our father. I will be strong. I will protect you from now on. We will be always together. Always.�
Mendengar perkataan kakak laki-lakinya itu, si adik pun memeluknya erat. Mereka pun kembali tertidur lelap. Tanpa mereka sadari, Aan mengintip mereka lalu kembali lagi ke kamarnya. Tidur bersama seorang kakak perempuan dan seorang adik laki-lakinya.
Keesokan malamnya, Alfred tiba di rumah Aan. Rifatila dan Darren kembali menangis saat memeluk Alfred. Alfred mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Aan. Alfred membawa seorang penerjemah sehingga mereka berbincang lebih jauh. Alfred sangat senang saat mengetahui kedua bersaudara itu masih mau makan seperti biasa selama tinggal di rumah itu. Sekitar sepuluh menit berlalu, Alfred pun berpamitan dan membawa kedua bersaudara itu pulang. Tapi sebelum itu Rifatila berlari menuju Aan dan berbisik di telinganya, �
Thank you for carrying me.�
Bagi satu keluarga hari itu adalah hari yang tak akan mereka lupakan. Mereka kehilangan dua orang yang sangat mereka cintai. Namun sayang, saat itu seorang anak yang terlibat di sana dan tidak mengerti banyak hal masih berusia empat tahun. Dan berbagai hal terjadi kepadanya setelah itu. Bagi anak itu, hari itu adalah sama seperti hari-hari lain dalam masa kecilnya yang ia lupakan.